PALU, Kabar Selebes- Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (JATAM), melakukan aksi di halaman kantor Mapolda Sulteng Rabu (31/7), dengan tuntutan meminta Polda Sulawesi Tengah mengusut tuntas pencemaran Danau Tiu yang di duga dilakukan perusahaan tambang.
Keberadaan Danau Tiu saat ini sebagai destinasi wisata yang mempunyai keindahan alam di Kabupaten Morowali Utara.
Menurut Moh Taufik, koordinator lapangan aksi, sejak lumpur akibat aktivitas beberapa perusahaan tambang di wilayah hulu, yang menyebabkan tercemarnya Danau Tiu, di Kecamatan Petasia Barat, Kabupaten Morowali Utara, menjadi ancaman hilangnya pencaharian masyarakat di tiga desa, yakni Desa Tiu, Desa Tontowea, dan Desa Marale.
Rata-rata profesi warga disana sebagai nelayan tradisional di Danau Tiu. Pencemaran yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang itu patut kita duga telah melanggar, Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Ketentuan aturan tersebut menyebutkan setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun dan denda paling sedikit 3 Juta Rupiah dan paling banyak 10 Juta Rupiah.
“Sehingga bagi kami pencemaran Danau Tiu, adalah bagian dari Tindak Pidana Lingkungan sesuai dengan penjelasan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,” ujar Taufik.
Menurutnya, pencemaran Danau Tiu patut juga di duga telah menimbulkan kerugian bagi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, dimana pada tahun 2016 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah, melakukan upaya restocking (penebaran) bibit ikan di Danau Tiu dengan total 90 Ribu ekor.
Dari jumlah itu, sebanyak 45 ribu ekor untuk jenis ikan Mas, dan 45 ribu ekor untuk jenis ikan Nila, yang didatangkan dari balai beni sentral di Desa Kalawara, Kabupaten Sigi dan balai benih Desa Tonusu, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso untuk melakukan restcoking di Danau Tiu, yang di anggarkan lewat APBD.
Upaya restcoking ini dilakukan pada perairan Danau Tiu, karena masyarakat yang menggantungkan hidupnya di danau yang memiliki luas 11 Ribu hektare, mulai merasakan adanya penurunan populasi ikan di Danau Tiu. Sehingga dilakukan salah satu upaya restcoking oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2016.
Selain kepada Polda, JATAM juga meminta kepada Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah untuk segera membentuk kelompok kerja (Pokja) atas pencemaran yang diduga dilakukan oleh perusahaan tambang di Danau Tiu, dan memanggil instansi terkait untuk mengevaluasi semua izin-izin tambang yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. (Ifal)