HAYANI salah satu penyintas memotivasi kita untuk terus bangkit dan melanjutkan hidup disaat kehilangan rumah dan harta benda yang sangat berharga pasca bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi yang mengguncang Kota Palu, Sigi dan Donggala 28 September 2018 lalu.
Ibu dari enam orang anak ini terus bangkit bersama suaminya membangun rumah seluas 2×3 meter berdindingkan papan beratapkan sisa-sisa seng bangunan lama dan beralaskan tanah. Bangunan ini ia bangun di lokasi rumahnya yang telah lululantak di Desa Simoro, Kecamatan Gumbasa.
Meski rumahnya kini tak sebagus rumah dahulu yang memiliki luas sebesar 8×11 dan dapur seluas 4×15 berdindingkan tembok dan beralaskan keramik. Hal itu tak lantas membuatnya berputus asa ia terus bangkit membantu suami berkebun jagung untuk keberlangsungan hidup mereka.
“Saat gempa terjadi saya langsung keluar dari rumah, tidak lama kemudian rumah saya langsung roboh. Tapi saya sangat bersyukur meski rumah saya sudah rusak tapi saya dan keluarga masih selamat,” ujarnya sambil menunjuk kearah reruntuhan rumahnya.
Hayani adalah salah satu warga yang telah menerima bantuan dalam bentuk non tunai dari Yayasan Plan Indonesia (YPII) dari 183 kepala keluarga penerima bantuan non tunai yang telah diserahkan YPII di Desa Simoro.
“Saya telah menerima bantuan dari YPII sebesar 2,5 juta. Bantuan itu saya gunakan untuk membeli pompa air. Saya sangat berterimakasih kepada YPPI karena bantuan ini sangat bermanfaat bagi keluarga saya,” ucapnya.
Selain Hayani, ada Tahir salah satu penyintas di Desa Simoro yang pantas menjadi inspirasi bagi kita semua. Meski sudah tidak punya rumah akibat bencana, ia tetap bangkit dan terus berusaha untuk menyambung hidupnya dengan mulai bertani jagung.
Ia juga menerima bantuan dari YPII. Bantuan itu ia gunakan membeli pupuk dan keperluan anak sekolah.
Deni Andrian Bagian Non Tunai dari YPII menyebutkan penyerahan bantuan non tunai ini pihaknya bekerjasama dengan Bank Sulteng. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan masyarakat agar bisa menabung.
“Jadi harapan kami dari apa yang kami berikan tidak habis langsung tapi bisa dibuat perencanaan melalui jenis tabungan TABUNGANKU. Jadi bantuan yang sebenarnya itu setiap KK diberikan 2,5 juta. Karena membuka tabungan harus bayar 20 ribu maka kami tambah 20 ribu rupiah sehingga masyarakat menerimanya utuh 2,5 juta.” jelasnya.
Untuk keseluruhan bantuan non tunai multiguna yang telah diserahkan YPII di tiga desa di Kota Palu, dan Sigi sebanyak 581 kepala keluarga.
Selain itu, Deni mengatakan, YPII bersama dengan Mitra Yakkum Emergency Unit, Yayasan Karawana, Yayasan Rebana, dan Yayasan IBU juga telah melakukan serangkaian kegiatan untuk memastikan setiap anak khususnya anak perempuan dapat lebih terlindungi di Kota Palu, Sigi dan Donggala.
Unsiyah Siti Marhama Staf Perlindungan Anak Pada Situasi Darurat Program Officer YPII menambahkan YPII juga membangun ruang ramah anak sebanyak 20 unit 6 unit diantaranya sudah selesai dibangun sisanya masih dalam proses pembangunan.
Salah satu ruang ramah anak pascabencana telah diresmikan Kamis 28 Maret 2018 malam di Desa Sibalaya Utara, Kecamatan Tanambulava, Kabupaten Sigi.
Ruang ramah anak pasca bencana ini diberi nama Rumah Kencana. Rumah Kencana ini merupakan bagian dari program YPII untuk tanggap darurat pascabencana gempa tsunami dan likuefaksi. Dalam membangun Rumah Kencana ini YPII bekerjasama dengan Yayasan IBU Foundation.
“Tujuan kami membangun Rumah Kencana ini untuk memulihkan kondisi kejiwaan anak dan remaja dengan mengaktifkan kegiatan layanan dukungan psikososial terstruktur, memberikan dukungan layanan dasar dan keamanan, serta layanan dukungan kepada keluarga dan komunitas,” jelasnya. (Sarifah Latowa)