PARIGI MOUTONG, Kabar Selebes – Hari ini ketiga kalinya Proses pengkajian Tombolotutu menjadi Pahlawan Nasional dibahas, bertempat di Universitas Tadulako (Untad) Palu, Kamis, 20 Desember 2018.
Pembahasan Tombolotutu menjadi pahlawan Nasional melewati beberapa proses tahapan yang panjang, sebelumnya dalam tahapan seminar telah dilakukan bedah buku dua kali dengan judul buku “Bara Perlawanan Di Teluk Tomini” dan kali ini ketiga kalinya di bahas dalam seminar dengan tema “Tombolotutu : Perjalanan Menuju Pahlawan Nasional”.
Dalam pembahasan tema tersebut menghadirkan pembicara dari akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr Abdul Syukur MHum. Dosen yang juga masuk dalam Tim Peniliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) itu banyak membahas dan memberikan Pencerahan tentang mekanisma prosedur pemberian seorang gelar tokoh atau pejuang menjadi pahlawan.
Kata Syukur, penjelasan sesorang menjadi Pahlawan Nasional termaktub dalam undang undang nomor 20 tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan. Salah satu di dalam undang-undang itu mengisyaratkan bahwa, Pahlawan Nasional adalah warga negara Indonesia yang telah berjuang melawan penjajah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan telah gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar bisa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Menurutnya, Pahlawan Nasional pengakuan negara kepada putra terbaik bangsa atas jasa jasa yang luar biasa dan memberikan dharma bhaktinya melebihi panggilan tugas.
“Menjadikan seseorang Pahlawan Nasional butuh waktu yang panjang,” imbuhnya.
Syukur menambahkan, semua Provinsi di Indonesia mempunyai keterwakilan tokoh Pahlawan Nasional, hanya Provinsi Sulawesi Tengah yang belum mempunyai keterwakilan Pahlawan Nasional.
“Saya pernah masuk dalam Tim Peneliti untuk menjadikan Haji Hayun dan Sis Aljufrie dari Sulawesi Tengah menjadi Pahlawan Nasional, namun masih banyak cela yang dipersoalkan. Sehingga kedua calon Pahlawan itu gagal atau ditolak kerena terkendala administrasi, khususnya Sis Aljufrie bukan Asli Warga Negara Indonesia, sedangkan Haji Hayun tidak ada data lengkap yang menunjang bahwa Haji Hayun merupakan pejuang Nasional,” pungkasnya.
Dosen Untad Dr Idrus Rore dalam pengantar seminar Tombolotutu Perjalanan Menuju Pahlawan Nasional mengatakan, ada 200 Pahlawan Nasional di Indonesia, kata ia, hingga september 2018 lalu, ada 6 Tokoh Pahlawan Nasional dikukuhkan.
“Haji Hayun dan Sis Aljufrie ditolak menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah. Insya Allah kita berharap Tombolotutu cepat atau lambat menjadi Pahlawan Nasional,” harapnya.
Sementara itu salah satu penulis Buku Bara Perlawanan Di Teluk Tomini menceritakan, sosok Tombolotutu diistilahkan adalah seorang Raja tetapi bukan Raja, menurutnya, dimata masyarakat Tombolotutu seorang raja karena diangkat oleh masyarakat dan tidak pernah dilantik oleh Belanda serta Tombolotutu berjuang mengusir penjajah Belanda dan bukan seorang penghianat.
“Berdasarkan peneilitan dan informasi terakhir yang saya dapatkan, Tombolotutu dimasa muda berusia 17 tahun seorang pedagang besar dan bisa dikata orang kaya,” terangnya.
Ia menambahkan, Tombolotutu adalah cucu dari Magalatung dan seorang pemberani dan bajak laut yang ditakuti belanda yang tergabung dalam dua kelompok bajak laut yaitu bajak laut bugis dan bajak laut mandar. Menurutnya, saat ini yang perlu dikaji adalah makam Tombolotutu, karena banyak beberapa versi yang berbeda dari masyarakat tentang letak makam Tombolotutu, sehingga ini perlu dilakukan penelitian dan kajian mendalam agar menghasilkan data yang sempurna dan dapat dipertanggung jawabkan.
Sementara itu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Kabupaten Parigi Moutong Irfan Nur ST MM dalam sambutannya mengatakan, wacana untuk menjadikan Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional telah disuarakan sejak tahun 1990-an.
Namun kata Irfan, upaya mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer.
Sebab kata Irfan, diperoleh informasi, Pemerintah Belanda banyak menyimpan dokumen resmi yang bercerita tentang Tombolotutu, sehingga pada tahun 2017 Tim dari Universitas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tadulako bekerja sama dengan Bappelitbagda Kabupaten Parigi Moutong menggagas sebuah penilitian yang dituangkan dalam sebuah buku Bara Perlawanan Di Teluk Tomini, Perjuangan Tombolotutu Melawan Belanda.
“Sejak saat itu, diskusi untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahlawan Nasional terus mengemuka. Tidak hanya dikalangan akademis, namun harapan untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahlawan Nasional juga banyak disuarakan oleh kalangan masyarakat,” jelasnya.
Seminar dilaksanakan bertujuan memberikan informasi dan shering pengetahuan tentang sejarah Tombolotutu sehingga menghasilkan data akurat secara komprehensif dan Tombolotutu bisa di nobatkan menjadi Pahlawan Nasional.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako, Para Dosen dijajaran Universitas Tadulako, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Parigi Moutong diwakili Kepala Bidang Penanggulangan Bencana M Ishak Hamid SS MSi, Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Parigi Moutong Syamsu Nadjamudin SPd dan seluruh tamu undangan lainnya. (Rislan / Diskominfo Kab. Parigi Moutong)