MAKASSAR, KabarSelebes.com – Gempa bumi dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah (Sulteng) membuat ribuan warga kehilangan tempat tinggal. Mereka pun harus tinggal di tenda-tenda pengungsian di sejumlah lokasi. Tapi kini, para korban gempa bumi dan tsunami sudah mulai meninggalkan lokasi pengungsian.
Berdasarkan data Dinas Sosial (Dinsos) Sulawesi Selatan (Sulsel), tersisa 582 orang di posko pengungsian utama di Asrama Haji Sudiang (AHS) Makassar per Kamis (18/10) kemarin. Angka itu berkurang drastis sejak posko dibuka pada 28 September lalu, yang tercatat menampung 3.471 pengungsi.
“Sebagian besar (pengungsi) kembali ke Sulteng. Sedangkan beberapa di antaranya menuju ke kampung halaman di luar daerah. Ada juga yang ke Jawa Timur, Kalimantan, dan lain-lain,” kata Kepala Dinsos Sulsel Andi Ilham Gazaling saat memberikan keterangan di Makassar, Jumat (19/10).
Masa tanggap darurat bencana di Palu telah berakhir 12 Oktober lalu. Selanjutnya, pemerintah setempat bersama tim gabungan terpadu memperpanjang masa tanggap darurat.
Perpanjangan status berdasarkan sejumlah pertimbangan dalam rapat evaluasi yang melibatkan seluruh tim. Mereka tergabung dalam Komando Satuan Tugas Gabungan Terpadu (Kosatgasgabpad). Hasinya disepakati bahwa status tanggap darurat bencana diperpanjang hingga 26 Oktober 2018.
Ilham mengatakan, posko pengungsian AHS tetap berlanjut. “Pemprov akan terus berupaya memberi pelayanan maksimal untuk memenuhi kebutuhan pengungsi selama berada di posko. Terutama persoalan sandang dan pangan,” tegasnya.
Tidak bisa diperkirakan kapan seluruh pengungsi meninggalkan posko. Sebab masing-masing punya tingkat trauma yang berbeda. Petugas juga enggan memaksakan untuk pemulangan mereka ke daerah asal.
“Yang penting sekarang bagaimana kami mengembalikan kepercayaan diri para pengungsi. Lewat kegiatan bersih-bersih atau olahraga, kami arahkan agar mereka bisa beradaptasi di luar, tidak terus-terusan tinggal di kamar,” jelas Ilham.
Petugas Satuan Bakti Pekerja Sosial Kemensos di AHS Makassar Muhammad Iksan menambahkan, petugas di lokasi pengungsian juga fokus menghilangkan trauma pengungsi kalangan anak-anak. Di AHS masih ada 50 anak di bawah usia 18 tahun.
Perlahan, tingkat kecemasan awal seluruh anak hingga orang tua mulai membaik. Berbeda sewaktu para korban pertama kali menempati lokasi pengungsian. “Alhamdulillah semua sudah ceria. Leluasa bermain dengan pendampingnya. Bahkan orang tua mereka kadang ikut bermain supaya suasana lebih cair,” tambah Iksan.
Salah satu metode yang dilakukan melalui berbagai kegiatan bermain dan belajar di posko anak ceria. Relawan dikerahkan untuk mendampingi setiap anak sehingga bisa melupakan pengalaman pahitnya saat bencana.
“Kami bersyukur karena pelan-pelan dari awal sampai sekarang mulai banyak perubahan terhadap seluruh korban. Harapan kami supaya semakin hari bisa semakin membaik lagi,” ucap Iksan.(rul/JPC)
Sumber : FAJAR.CO.ID