PALU, Kabar Selebes – Gonjang ganjing nilai tukar rupiah berdampak pada harga pupuk non subsidi. Hal itu lantaran bakan baku pupuk masih ada yang diimpor.
Hal itu dikemukakan Superintendent Hubungan Internal Departemen Humas PT Pupuk Kaltim Nurdi Saptono kepada Kabarselebes, Kamis di Palu.
Menurut Nurdi Saptono, bahan baku pupuk yang masih diimpor adalah gas. Meski gas banyak diperoleh dari perut bumi Indonesia, tetapi untuk menjadi bahan pupuk, gas alam cair harus diekspor lagi untuk diolah hingga bisa menjadi bahan baku pupuk.
Kata Nurdi, Pupuk Kaltim sebagai produsen urea juga harus siap-siap bersaing dua negara yang akan menjadi produsen urea, China dan Amerika Serikat.
“Direksi sudah was-was karena selama ini produksi urea juga diekspor ke sejumlah negara dI Asia dan Timur Tengah. Tapi dengan adanya ‘pemain baru’ dipastikan akan pesaing baru,” kata Nurdi.
Sedangan untuk penyaluran pupuk bersubsidi di Sulawesi Tengah, PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) akan menyalurkan Urea sebanyak 31.600 ton untuk wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurut Susilo Adiwijono, Account Executive PT Pupuk Kaltim, kewajiban Pupuk Kaltim adalah menyediakan dan akan menyalurkan pupuk bersubsidi di Sulteng untuk tahun ini sebanyak 31.600 ton berdasarkan Surat Keputusan dari Menteri Pertanian RI.
Susilo menambahkan, hingga awal September 2018 ini, penyerapan alokasi Pupuk Urea di Sulteng sudah mencapai 26 ribu ton dari total 31.600 ton yang disediakan.
“Tidak ada target penjualan. Targetnya Pupuk Kaltim hanya ada di penjualan pupuk pada non subsidi,” kata Susilo saat Sosialisasi Product Knowledge dan Media Tour di salah satu hotel Jalan Cumi-Cumi, Kota Palu, Kamis (6/9/2018).
Ia mengatakan, jumlah pupuk Urea 31.600 ton itu dibagi-bagi di seluruh kabupaten dan kota di Sulteng dan itu jatahnya tidak sama.
Ia menyebutkan, untuk jatah pupuk Urea di Kota Palu hanya 80 ton selama setahun, di Kabupaten Sigi 4.100 ton, dan Kabupaten Donggala 2.200 ton.
“Yang paling banyak dapat jatah adalah di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) yakni sebanyak 8.500 ton. Sampai saat ini penyerapannya sudah 7.669 ton atau sudah 90 persen,” kata Susilo.
Ia menjelaskan, bilamana sisa stok Urea habis memenuhi permintaan petani di Parimo pada bulan ini, maka kemungkinan besar Oktober bulan depan tidak bisa lagi mendapatkan Urea sesuai dengan alokasi per kabupaten/kota dari Kementerian Pertanian RI.
Kecuali katanya, Dinas Pertanian Provinsi Sulteng mengambil dari wilayah yang penyerapannya masih rendah dan itu bukan tugasnya Pupuk Kaltim.
Sementara itu, mengenai lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar saat ini, pihak Pupuk Kaltim memastikan tidak mempengaruhi penjualan ataupun penyaluran Urea ke masyarakat petani, apalagi sampai menaikkan harga pupuk bersubsidi.
Slamet Sunardi, Superintendent Sulawesi I PT Pupuk Kaltim menjelaskan, selama Pemerintah Pusat melalui Menteri Pertanian tidak menaikkan harga pupuk subsidi, maka lima pupuk subsidi yakni Pupuk Urea, Ponska, SP36, ZA, dan Pupuk Organik juga harganya tetap atau tidak akan naik.
“Ongkos produksinya memang naik, tetapi harga jual Urea ke petani tetap,” katanya.
Ia menuturkan, subsidi ke Pupuk Kaltim pantas dinaikkan atau tidak itu sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat.
Kalaupun nanti harga barang-barang naik 10 persen dan bilapun pupuk dari Pupuk Kaltim harganya naik, belum tentu juga naiknya 10 persen.
“Pokoknya direndah-rendahkan naiknya. Selama Menteri Pertanian tidak menaikkan HET (harga eceran tertinggi) berarti tidak naik,” ujarnya.
Dalam sosialisasi itu juga dihadiri Superintendent Hubungan Internal Departemen Humas PT Pupuk Kaltim Nurdi Saptono, Manager Pemasaran PSO 2 Nour El Haq, dan Staf Pelayanan dan Komunikasi Produk Angga Andhika Putra. (ptr-STC)
Staf Pelayanan dan Komunikasi Produk PT Pupuk Kaltin Angga Andhika Putra saat menjelaskan tentang produk-produk PT Pupuk Kaltim. Foto Patar/kabarselebes.id