BLORA, Kabar Selebes – Hari ke tiga belajar tentang kelor di Puri Kelorina Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, telah membangkitkan harapan dan motivasi baru bagi peserta. Bagaiman tidak, pemilik usaha Moringa Organik Indonesia ini, bapak Ai Dudi Krisnadi yg juga narasumber utama dalam Study Banding Petani NasDem di Kampung Konservasi Kelor menunjukkan fakta bahwa “Daun dapat di sulap jadi Duit dalam tempo hanya 4 hari.
Ceritanya memang mencengangkan. Daun kelor yang dipanen oleh petani yang menjadi tenaga kerja di Kebun Kelor seluas 3 ha tersebut, hanya butuh proses pengeringan selama tiga – empat hari agar memiliki kadar air dibawah 10 persen yg menjadi ukuran layak untuk di proses lanjut baik menjadi serbuk, teh dan 150 aneka olahan makanan lainnya, dengan harga 50rb/kg daun kering.
Sementara ini, pak Dudi menggunakan 2 pengering yg masing2 dapat menampung 200kg daun kelor basah yang hasilnya menjadi 20 kg daun kering. Bila di konversi menjadi Teh saja, dengan harga Rp.10rb/15 gram, maka total penjualannya adalah Rp.13jt dri modal awal Rp. 1,5 jt bila daun di beli 5rb/kg, bahkan lebih murah lagi bila memiliki kebun sendiri.
Sebagian besar masyarakat masih meragukan potensi tanaman kelor ini. Di Jawa misalnya, stigma mistik (kelor untuk menghapus ilmu hitam jenazah yg meninhgal) dan kurangnya pengetahuan ttg manfaat kelor membuat potensi pasar di Jawa mendapatkan tantangan. Namun di kalangan masyarakat menengah ke atas sudah mulai di gemari karena manfaatnya yg luar biasa.
Di Sulawesi Tengah, dengan kebiasaan mengkonsumsi kelor dalam bentuk sayuran, akan lebih mudah tersosialisasi di kalangan masyarakat. Ditambah lagi dengan daya dukung lahan serta tersebarnya tanaman kelor di hampir setiap rumah warga khususnya di Lembah Palu, semakin memudahkan untuk usaha budidaya kelor.
Potensi pasar Kelor di Dunia dapat menjadi pemicu semangat untuk mengembangkan usaha kelor. Data kebutuhan di Global untuk kebutuhan Makanan, kosmetik dan produk kesehatan sekitar € 363 juta atau sekitar Rp.5,8 Triliun pada tahun 2016. Diperkirakan akan meningkat menjadi € 626 juta atau Rp. 10 Triliun pada tahun 2020. India yg menjadi pemasok utama telah mengekspor 16.000 ton kelor pada tahun 2016 sebagian besar ke Amerika Serikat.
Dengan gambaran tersebut, Para Peserta Study Banding yg di utus oleh Petani NasDem Sulawesi Tengah sangat berharap akan realisasi ide dan gagasan Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad H.M. Ali, SE, untuk memajukan perekonomian masyarakat Sulteng melalui pengembangan tanaman Kelor.
Sebagai langkah awal, Komandan Pemenangan Partai NasDem Sulawesi Tengah ini akan menyiapkan 10 ha lahan untuk di jadikan stimulan pengembangan Kelor di Sulawesi Tengah.
“Sepulang ini, saya akan bekerja bersama Petani NasDem SulTeng, dan dengan dukungan Bendum Ahmad Ali, untuk segera membuka kebun kelor di desa Pombewe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi” ujar Kepala Desa Mpanau, bapak Almaun Larengi yang mendapat kesempatan studi banding di Blora.
Demikian pun, Ai Dudi Krisnadi yg sudah merasakan perubahan kehidupan berkat usahanya memproduksi serbuk kelor. Seperti diterangkannya bahwa kedatangannya di Kabupaten Blora ini hanya bermodalkan ransel dan 10 jari.
“Alhamdulillah setelah 6 tahun merintis usaha kebun kelor, kini sudah dapat menikmati dan dapat membantu masyarakat sekitar, khususnya di desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran Blora” terang Dudi.
Usahanya dapat bertahan di dasari oleh niat untuk membantu masyarakat Indonesia yg mengalami penurunan tingkat kesehatan dan pemenuhan nutrisi. Kandungan nutrisi yg sangat tinggi dan lengkap menjadi motivasi utamanya mengembangkan tanaman kelor. Dengan kandungan nutrisi 15 kali potassium pisang, 10 kali vitamin dari wortel, 25 kali zat besi dari bayam, dan 17 kali kalsium susu maka ini dapat menjadi jawaban akan kurangnya pemenuhan nutrisi bagi masyarakat Indonesia.
Dudi Krisnadi menyampaikan, “janganlah mengembangkan usaha kelor untuk menjual, tetapi kembangkanlah kelor untuk menolong, kalaupun harus menjual, itu karena hendak menolong sesama warga Indonesia” pesannya.(ALA)