PALU, Kabar Selebes – Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Tengah minta Gubernur Sulawesi Tengah untuk segera melakukan intervensi kemiskinan lewat rencana induk koordinatif bersama Bupati.
“Situasi kemiskinan kita sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Gubernur harus mengambil langkah-langkah kongkrit, tepat, dan terukur,” ujar, Muh Masykur M, dalam keterangan persnya, (28/1/2018).
Masykur menyebutkan, data BPS menyebutkan, kenaikan pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tengah mencapai 423,27 ribu orang (14,22 persen), bertambah sebesar 5,41 ribu orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 yang sebesar 417,87 ribu orang (14,14 persen).
“Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 10,16 persen naik menjadi 10,39 persen pada September 2017. Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan juga meningkat tajam, pada Maret 2017 sebesar 15,54 persen naik menjadi 15,59 persen pada September 2017,” jelas Masykur.
Masykur menegaskan, data-data ini mengkonfirmasi bahwa laju investasi, besaran proyek infrastruktur serta imbangan dana desa belum relevan dengan tingkat kesejahteraan rakyat.
Sehingga kata dia, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah perlu membangun rencana induk koordinatif guna mempercepat pengentasan kemiskinan. Program padat karya yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, harus diturunkan dalam bentuk intervensi kemiskinan berbasis rencana koordinatif daerah.
“Pemerintah bisa mempercepat padat karya dalam dua bentuk intervensi yakni melalui dana desa dan perimbangan keuangan daerah mulai dari level Kabupaten hingga provinsi. Termasuk dengan mempercepat pembangunan kawasan ekonomi desa pada lintas batas Kabupaten maupun Provinsi,” terangnya.
Data BPS melansir, selama periode Maret– September 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 3,57 ribu orang (dari 77,98 ribu orang pada Maret 2017 menjadi 81,56 ribu orang pada September 2017), sementara di daerah perdesaan juga naik sebanyak 1,84 ribu orang (dari 339,88 ribu orang pada Maret 2017 menjadi 341,72 ribu orang pada September 2017).
Menurut data BPS, peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2017 tercatat sebesar 76,16 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2017 yaitu sebesar 75,91 persen.
“Jika kita merujuk pada data BPS, jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, tongkol/tuna/cakalang, telur ayam ras, kue basah, cabe rawit, mie instan, gula pasir, dan bawang merah. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan,dan perlengkapan mandi. Dua hal ini bisa kita golongkan dalam dua hal, pertama intervensi berbasis pangan dan layanan dasar publik,” tegasnya.
Menurut Masykur, faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan ini selalu dinyanyikan dalam kampanye pilkada, sebagai program. Maka tidak salah, jika kita meminta Gubernur dan Bupati segera melakukan langkah koordinasi dan rencana intervensi.
“Padat karya tunai, harus menjadi rencana bersama semua tingkatakan karena hanya dengan cara ini kita bisa intervensi kemiskinan secara cepat dan terukur. Selain berdampak langsung pada rakyat juga dapat memicu pertumbuhan akibat rangsangan konsumsi meningkat,” terangnya.(ALA)