DANAU Lindu sebagaimana tergambar dalam sejarah pembentukannya yang bisa diakses, baik melalui versi cerita rakyat maupun dalam tinjauan ilmu pengetahuan, dikategorikan dalam kelas danau tektonik, nampak mengonfirnasi kepada kita betapa keberadaan danau ini begitu memiliki nilai eksotisme.
Dikelilingi oleh gunung dan hutan, berbentuk seperti mangkok besar dengan luasan sekitar 3.600 hektar dengan kedalam kurang lebih 200 meter. Merupakan danau terbesar ke dua di Sulawesi Tengah setelah Danau Poso. Letaknya berada di jantung Pulau Sulawesi, dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut.
Sejak dulu Danau Lindu dijadikan sebagai salah satu kawasan destinasi wisata di Sulawesi Tengah karena memang sejatinya mengharuskan seperti itu. Untuk selanjutnya syarat-syaratnya yang harus dipenuhi. Di antaranya, pembenahan infrastruktur seperti jalan, listrik, sarana dan prasarana dan kesiapan penunjang koneksi daerah lainnya di Palu, Sigi dan di Kecamatan Lindu sendiri. Di saat yang sama mempersiapkan kesiapan sumber daya manusia, bil khusus warga masyarakat Kecamatan Lindu sebagai pihak yang terkait langsung.
Dari semua kaitan itu nampak belum tersedia secara utuh dan terintegrasi satu sama lain Pertama, belum ada suplai jaringan listrik di Kecamatan Lindu. Desa Puro, Langko, Tomado, Anca masih gelap. Alat penerangan yang tersedia hanya seadanya, genset.
Kedua, infrastruktur jalan. Infrastruktur yang satu ini, sejak daerah ini dihuni menjadi impian mendasar warga. Sebelum jalan dibuka seperti saat ini, alat transportasi utama menggunakan kuda. Kini jalan sudah terbuka namun masih belum memuaskan. Apalagi jalan-jalan dalam perkampungan yang menghubungkan antar desa sampai menuju wilayah danau. Dulu, bagi wisatawan memiliki tantangan karena kendaraan roda empat hanya sampai di Desa Sedaunta Kec. Kulawi sebagai tempat pemberhentian terakhir sebelum menuju Kec. Lindu.
Ketiga, tata desain kawasan dan bangunan di sekitar danau. Kini ada beberapa bangunan cottage yang disediakan dan dermaga yang nampak belum ditata baik. Ironisnya, masih nampak sisa-sisa dermaga lapuk yang dibiarkan jadi puing disekitar bibir danau. Yang pasti ini menjadi pemandangan lain dari kelaziman sebagai kawasan destinasi.
Keempat, daya dukung sarana pendidikan kepariwisataan. Belum ada kesiapan dalam perspektif jangka panjang sektor pendidikan khusus, sebagaimana daya dukung sektor pendidikan yang sudah diterapkan di provinsi lain. Sehingga nampak program pengembangan pariwisata hanya sebatas karitatif.
Kelima, integrasi program pemerintah daerah, Kabupaten Kota dan Provinsi sangat menentukan dalam mendorong percepatan pengembangan pariwisata sebagai salah satu program alternatif unggulan.
Integrasi program kawasan destinasi di pesisir Teluk Palu, Penyiapan Kota Palu dan Danau Lindu akan memiliki multiplier effect secara ekonomi, sosial dan budaya khususnya bagi warga.
Paling tidak, lima kebutuhan itu yang sepatutnya tersedia jika daerah ini konsisten menempatkan pariwisata sebagai program unggulan masa depan.
Kita berharap cepat atau lambat hal ini akan terlaksana. Agar keberadaan Danau Lindu terkesan tidak dicampakkan sebagaimana anggapan publik selama ini.
Palu, 8 Januari 2018
Muh. Masykur M
Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Sulteng