PALU, Kabar Selebes – Pemerintah Kabupaten dan masyarakat Buol menolak terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia Nomor 517/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2018.
Surat Keputusan yang ditandatangani Menteri LH dan Kehutanan Siti Nurbaya itu berisikan tentang pelepasan dan penetapan batas areal pelepasan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi untuk perkebunan kelapa sawit atas nama PT Hardaya Inti Plantations (PT HIP) di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah seluas 9.964 hektare.
Bupati Buol Amiruddin Rauf mengatakan penolakan itu bukan hanya oleh pemerintah kabupaten tapi juga dari masyarakat Buol.
“Pemerintah kabupaten Buol dan masyarakat meminta agar SK tersebut dibatalkan karena menabrak sejumlah aturan,” kata Amiruddin Rauf didanpingi sejumlah staf, Walhi Sulteng dan LBH Sulteng, Minggu, 20 Januari 2019 di Palu.
Amiruddin Rauf membeberkan fakta-fakta yang mendasari penolakan atas keputusan Menteri Siti Nurbaya tersebut bahwa kawasan yang dimohonkan hampir 10 ribu hektar itu bukan kawasan perkebunan tapi cadangan air dan pangan daerah.
Dia juga menyebutkan masuknya investasi sawit di Buol menghilangkan kesuburan tanah dan menjadi tidak produktif seperti yang terjadi di Desa Mongkudu.
“Bahkan sudah tiga calon investor yang datang untuk mengembagkan sawit. Semuanya saya tolak,” ujar Amiruddin Rauf.
Fakta lain disebutkan Amiruddin Rauf adalah SK Menteri LHK yang ditetapkan 23 November 2018 itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Agraria yang hanya membolehkan satu konsorsium menguasai 20 ribu hektar dalam satu provinsi. PT HIP telah menguasai 32 ribu hektar lahan perkebunan sawit.
“Berbagai langkah sudah kami tempuh untuk menolak termasuk menyurat ke Presiden Joko Widodo. Saat ini sedang dilakukan kajian dan upaya teknis,” katanya.
Direktur Walhi Sulawesi Tengah Abdul Haris yang turut hadir juga mempertanyakan keluarnya SK Menteri LHK. Haris menilai SK itu sarat politis apalagi dikeluarkan menjelang pileg dan pilpres. Selain itu, Haris juga melihat adanya sejumlah pelanggaran terkait terbitnya SK nomor 517 Tahun 2018 tersebut. Selain ijin prinsip yang dikeluarkan Menteri Kehutanan telah kadaluarsa, SK tersebut juga bertentangan dengan aturan Kementerian Agraria.
“Walhi Sulteng akan menempuh langkah-langkah untuk membatalkan keputusan tersebut melalui jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tahun ini gugatan kami ajukan,” kata Haris. (patar)