PALU, Kabar Selebes – Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah mengakui masih minimnya dana penanggulangan dan mitigasi bencana. Dalam APBD 2019, dana kebencanaan masih sebesar Rp162 miliar. Anggaran itu memang kecil bila dibandingkan belanja langsung Pemprov Sulawesi Tengah hampir Rp2 triliun.
Menurut Longki Djanggola, anggaran itu memang masih terasa minim. Idealnya dana kebencanaan adalah 10 persen dalam Belanja Modal Barang dan Jasa tiap anggaran berjalan. Posisi saat ini masih delapan persen lebih.
Menurut Gubernur Sulawesi Tengah H Longki Djanggola, besaran dana kebencanaan itu masih minim tapi paling tidak sudah ada tetapi memang masih kecil. Ke depan diharapkan meningkat lagi.
“Itu tergantung juga pada kepentingan pembangunan sebuah daerah. Pemerintah propinsi setiap tahunnya menyiapkan anggaran untuk penanggulangan dan mitigasi bencana,” kata Longki Djanggola, akhir pekan lalu.
“Anggaran itu masih minim dalam penanganan dan mitigasi bencana. Dana kebencanaan itu dikelola langsung badan teknis dan beberapa OPD yang mendukung penanganan kebencanaan,” kata Longki Djanggola.
Besaran dana itu dinilai belum bisa mengatasi potensi kebencanaan di Sulawesi Tengah. Untuk penanganan kebencanaan di Sulawesi Tengah butuh biaya besar. Sebagai contoh, pasca bencana kemarin, menurut perhitungan dari General Equilibem, kerugian mencapai Rp22 triliun lebih. Untuk memulihkan kembali kerusakan-kerusakan akibat gempa itu bukanlah hal gampang dan itu perlu melibatkan banyak pihak.
Melihat minimnya anggaran, sebagai gubernur membuka seluaa-luasnya ruang kepada banyak pihak seperti swasta maupun masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah-pemerintah daerah lainnya, pemerintah negara lain, lembaga donor, NGO dan sebagainya. Sedangkan untuk menangani kerusakan dengan minimnya anggaran, kita mengerahkan unit-unit yang ada. Misalnya unit alat berat milik pemprov Sulawesi Tengah.
Dengan menggunakan alat pemerintah kita bisa menekan penggunaan anggaran yang memang nilainya kecil.
Longki juga menyatakan, meski anggaran minim, tetapi upaya-upaya mitigasi kebencanaan masih terus bisa dilakukan. Alasannya, kegiatan seperti bisa dilakukan dimana saja, misalnya di sekolah, di kantor-kantor, masjid dan itu tidaklah membutuhkan biaya besar.
Dia juga menyebutkan, besaran anggaran kebencanaan sebenarnya tergantung kondisi daerah. Biar anggarannya besar tapi kalau bencananya juga besar maka akan tetap membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
Anggaran kebencanaan yang ada itu juga sudah termasuk untuk pemulihan dan rekonstruksi. Sehingga dalam sebuah bencana, diutamakan adalah pelayanan dasar bisa cepat berfungsi kembali. Misalnya sektor pendidikan, kesehatan, transportasi dan jalan. Kalau masih membutuhkan maka kita meminta bantuan dari pemerintah pusat atau pihak-pihak lain.
(Patar)