Tutup
Sulawesi Tengah

Anggota DPRD Sulteng Aristan Soroti Longsor di Tambang PT. Bosowa Tambang Indonesia: Desak Sanksi Lebih Tegas

39
×

Anggota DPRD Sulteng Aristan Soroti Longsor di Tambang PT. Bosowa Tambang Indonesia: Desak Sanksi Lebih Tegas

Sebarkan artikel ini
– Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Aristan

PALU, Kabar Selebes – Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Aristan, menyoroti kejadian longsor yang terjadi di area pertambangan galian batu milik PT. Bosowa Tambang Indonesia (PT. BTI). Berdasarkan laporan tertulis yang diterimanya dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Tengah, longsor tersebut disebabkan oleh kondisi geologi yang labil serta curah hujan tinggi yang mengakibatkan melemahnya daya ikat batuan.

“Dari laporan ini terungkap bahwa longsor terjadi secara tiba-tiba, mengakibatkan material tanah dan batuan jatuh dalam jumlah besar yang menyebabkan kepanikan warga sekitar,” ujar Aristan dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).

DLH Sulteng merekomendasikan agar PT. BTI menerapkan kaidah pertambangan yang baik, memperhatikan keamanan serta kemiringan lereng yang ditambang, serta menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai bagi pekerja.

Selain itu, DLH juga berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Donggala terkait kesesuaian pemanfaatan ruang. Hal ini mengingat lokasi tambang PT. BTI berdekatan dengan kawasan permukiman tetap yang dihuni oleh 18 kepala keluarga.

Namun, yang mengejutkan, PT. BTI ternyata tidak pernah menyampaikan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sejak semester dua tahun 2022 hingga semester dua tahun 2024.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulteng, Yopie Patiro, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memberikan sanksi berupa teguran kepada PT. BTI.

“Kami telah memberikan teguran sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam PP 22 tahun 2021 dan Permen LH No. 14 tahun 2024 tentang penyelenggaraan pengawasan dan sanksi administratif,” jelas Yopie.

Menanggapi laporan tersebut, Aristan mengapresiasi langkah DLH Sulteng yang telah turun langsung ke lapangan dan mewawancarai pihak terkait. Namun, ia menilai sanksi teguran terhadap PT. BTI masih jauh dari cukup.

“Dua tahun adalah waktu yang cukup lama bagi PT. BTI melalaikan kewajibannya dalam menyampaikan laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dokumen UKL dan UPL. Ini menunjukkan adanya pelanggaran serius, sementara kegiatan pertambangan ini berada di wilayah rawan bencana longsor dan dekat dengan permukiman warga,” tegasnya.

Menurut Aristan, permasalahan serupa bukan pertama kali terjadi, karena masih banyak perusahaan di wilayah ini yang tidak menyampaikan laporan UKL dan UPL. Padahal, dokumen tersebut adalah syarat utama dalam memperoleh izin pertambangan.

“Oleh karena itu, pengawasan harus diperketat dan sanksi yang lebih tegas perlu diberikan, termasuk pencabutan izin jika perusahaan terus melakukan pelanggaran. Jika UKL dan UPL menjadi syarat izin, maka pelanggaran terhadapnya seharusnya berkonsekuensi pada pencabutan izin operasional,” pungkasnya.(abd)

Silakan komentar Anda Disini….