Dialah sosok penting di belakang aktivitas Indonesia Fundraising Award/IFA 2024. Yang dikerjakannya memang sebuah pekerjaan itu nyaris muskil: nyariin uang untuk orang lain yang kesusahan! Sedangkan buat kita sendiri saja masih perlu uang. Tapi, benar pekerjaan itu syukurlah benar-benar ada, dan pelakunya bukanlah orang-orang yang berkelebihan harta. Merekalah yang bekerja menggalang dana, meski ada saja cibiran yang mereka hadapigara-gara “tsunami” filantropi karena kelakuan sebagian orang pegiat filantropi.
“Satu kali gajian, harus cukup untuk diputar buat bayar listrik dan kebutuhan keluarga. Kami tumbuh di lingkungan komplek Angkatan Laut. Kami hidup “terlatih” untuk bersaing, untuk bisa diterima di sekolah negeri,” ujar Yanti, sapaan akrab orang nomordi Institut Fundrasing Indonesia/IFI itu.
Pada masa itu, lolos masuk sekolah negeri gengsinya tinggi dibanding masuk sekolah swasta. Zaman itu masih jarang sekolah swasta yang bagus. Menjadi calon peserta didik harus bersaing untuk bisa masuk sekolah negeri. Dalam keluarga kami, semua didorong untuk bisa diterima di sekolah negeri. Dari SD , SMP, SMA, harus negeri. Saya sendiri alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Kebetulan karena rumah kami dekat masjid, lumayan terpapar masjid luar biasa. Pagi belajar di madrasah, siang masuk Sekolah Negeri 09 Petang, malamnya mengaji lagi di masjid. Begitu aktivitas saya yang sehari-harinya.
Meskipun bapak ASN, bapak memiliki kawan-kawan perwira. Bapak menekankan untuk menghargai atasan. Kami sekeluarga harus sadar, bahwa kami hidup dari pemerintah. Bapak juga mengajarkan kami semua harus bisa selalu berhati-hati untuk selalu bisa menjaga nama baik. Kejujuran dan integritas, amat ditekankan. Bapak paling tidak suka kalua kami -anak-anaknya- menjelek-jelekkan pemerintah. Tetapi seiring waktu, saya makin dewasa dan bisa berpikir logis. Terlebih, setelah saya di SMA – tahun 1987, dengan pikiran logis, saya kerap “bertengkar” dengan bapak.
(Sri Sugiyanti sama sekali tidak memimpikan akan berkecimpung di Lembaga kemanusiaan. Perempuan kelahiran Jakarta, 3 Oktober 1981 ini dibesarkan sebagai anak paratur sipil negara (ASN) TNI AL dari pasangan Singin asal Gombong dan Siti asal Cirebon. Ia mengaku, bapaknya amat ketat dalam soal waktu dan keras memegang prinsip. Mereka pasanan yang dianugerahi Allah empat orang anak, tiga perempuan satu laki-laki. Menurut pengakuan Yanti, sapaan akrab perempuan alumnus UIN Syarif Hidayatullah ini, orangtua mereka hidup amat bersahaja. Orangtua mereka cukup rigit mengatur keuangan.)
Baca Selanjutnya >>>> Menikah Muda