Tutup
AdvetorialBuya Muhammad J Wartabone

Santri Mengabdi – Mewujudkan Indonesia Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur

×

Santri Mengabdi – Mewujudkan Indonesia Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur

Sebarkan artikel ini
Muhammad J. Wartabone

Biografi Buya Dr. H. Muhammad J. Wartabone, S.Sos., S.H., S.E., M.H.I.

PALU, Kabar Selebes.com – Muhammad J. Wartabone akrab disapa Buya oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. Sapaan ini pada dasarnya merupakan singkatan dari kata dalam bahasa Arab, yaitu Abuya. Masyarakat Arab menggunakan kata Abuya bagi orang yang lebih tua, yang dihormati, dan yang disayangi layaknya ayah kandung.

Advertising

Dalam konteks di Indonesia, Abuya biasa digunakan oleh para santri di pondok pesantren terhadap guru yang mereka hormati. Sapaan Buya juga seringkali disematkan oleh masyarakat kepada para ahli agama dan tokoh terkemuka yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, seperti Buya Hamka dan Buya Syafii Maarif. Meski demikian, Buya bukanlah sapaan eksklusif yang hanya diperuntukkan bagi ulama dan tokoh yang berasal dari Minangkabau.

Belakangan ini, sapaan Buya turut digunakan oleh para jamaah pengajian yang diasuh oleh Kiai kelahiran Blitar, Jawa Timur, yaitu Buya Yahya. Demikianlah, pada awalnya, Muhammad J. Wartabone disapa Buya oleh para muridnya ketika masih mengajarkan ilmu agama di masjid maupun di madrasah. Walau kini lebih banyak berkecimpung di dunia politik, sapaan Buya terus melekat bahkan meluas di tegah masyarakat di Sulawesi Tengah.

Di luar konteks kebahasaan di atas, bagi Muhammad J. Wartabone, kata Buya mengandung dua makna sosial dan budaya di Sulawesi Tengah. Pertama, dalam bahasa Kaili, Buya diartikan dengan sarung yang memiliki makna menghangatkan penggunanya sekaligus simbol yang kerap digunakan dalam pernikahan sebagai tanda penyatuan dua keluarga mempelai.

Kedua, sapaan Buya mengingatkan masyarakat di Sulawesi Tengah akan kedekatan mereka dengan Minangkabau. Sejarah mencatat bahwa agama Islam di wilayah Lembah Kaili, Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah pertama kali disebarkan oleh ulama yang berasal dari Minangkabau: Datokarama I atau Syekh Abdullah Raqi.

Muhammad J. Wartabone adalah senator yang mewakili masyarakat Provinsi Sulawesi Tengah pada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR) Republik Indonesia untuk masa bakti 2019-2024. Masyarakat provinsi tersebut memberikan amanah kepadanya setelah Muhammad J. Wartabone menyelesaikan tiga periode masa baktinya sebagai Anggota pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu.

Selama masa baktinya mewakili masyarakat di Kota Palu, seperti yang sudah umum terjadi, cukup banyak intrik politik yang menguji keistikamahannya menjalankan amanat rakyat. Berangam intrik-intrik telah menguji keistikamahan hingga membentuk mentalitas komitmen dalam bidang sosial, politik, dan keagamaan dari seorang Muhammad J. Wartabone yang berlatar belakang santri.

Sebagai pribadi yang pernah menimba ilmu pengetahuan agama Islam di pondok pesantren, Muhammad J. Wartabone menghadapi intrik-intrik politik yang ada dengan pemahaman bahwa Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah swt., senantiasa menitipkan hikmah di balik setiap ujian yang menimpa hamba-Nya. Salah satu di antara sekian banyak hikmah yang dipelajarinya adalah terbinanya kembali jalinan silaturahim antara Muhammad J. Wartabone dengan segenap keluarga besar Raja Wartabone di Gorontalo tanpa melupakan tanah kelahirannya di Kabupaten Sigi serta kewajibannya untuk mengabdikan diri kepada masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. (abd/adv)

Silakan komentar Anda Disini….