SAYA mendengar wejangan tentang Markaz Hadaratul Islamiyyah dari Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin sepekan yang lalu. Saat itu kami, panitia Musyawarah Kerja Nasional Alkhairaat menemui beliau di istana wakil presiden Jakarta, bermaksud mengundang beliau untuk membuka mukernas Alkhairaat yang akan diselenggarakan pada 26 – 28 Februari 2024 di Samarinda, Kalimantan Timur.
Saya bukan lulusan pesantren, olehnya saya butuh searching sana sini untuk bisa melengkapi pemahaman terhadap konsep yang berasal dari seorang wapres yang juga kyai hebat itu. Apalagi istilah itu berbahasa arab, bahasa yang hanya saya pelajari sedikit saat duduk di bangku Ibtidaiyah dan Tsanawiyah Alkhairaat dulu.
Markaz Hadaratul Islamiyyah Lil Indonesia, kalau diterjemahkan kira – kita menjadi Islamic Civilization Centre atau Pusat Kebudayaan Islam di Indonesia.
Nusantara ini di masa lalu pernah memiliki markaz sejenis dalam bentuk kesultanan – kesultanan Islam yang tersebar di seantero nusantara, buka kyai Ma’ruf. Kesultanan – kesultanan itu bukan saja sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga melahirkan kebudayaan Islam yang amat kaya.
Bahkan interaksi ajaran Islam dengan adat budaya Nusantara kemudian menghasilkan Islam dengan corak tersendiri yang berbeda dengan corak ber-Islam di belahan dunia yang lain.
Khazanah Islam Nusantara mengacu pada warisan atau kekayaan budaya, sejarah, dan praktik keagamaan Islam yang unik dan khas yang berkembang di kawasan Nusantara, yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, dan juga meliputi beberapa bagian dari Malaysia dan Brunei.
Konsep ini menyoroti bagaimana Islam di kawasan ini menyesuaikan dan mengintegrasikan dengan budaya lokal, menciptakan bentuk-bentuk keislaman yang berbeda dari versi aslinya di Timur Tengah.
Khazanah Islam Nusantara bukan hanya penting bagi identitas dan warisan budaya Indonesia dan negara-negara sekitarnya tetapi juga menawarkan contoh unik tentang bagaimana Islam dapat berinteraksi dan berkembang dalam konteks budaya yang berbeda.
Saat ini masa kesultanan kesultanan tersebut telah berakhir dan kita hidup di era republik Indonesia sebagai perwujudan konsep negara bangsa, maka Alkhairaat perlulah menjadi pusat kebudayaan Islam yang baru menggantikan peran kesultanan – kesultanan itu di masa lalu.
Pembangunan pusat kebudayaan Islam di Indonesia memiliki urgensi yang tinggi, termasuk di Indonesia Timur, mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Pusat kebudayaan Islam tidak hanya akan berfungsi sebagai wadah untuk mempelajari, memahami, dan mendalami ajaran Islam, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkuat identitas keislaman yang berakar pada nilai-nilai lokal yang kaya dan beragam.
Pertama, pusat ini dapat menjadi pusat pengembangan dan penyebaran pemikiran Islam yang moderat, yang menekankan pada perdamaian, toleransi, dan keberagaman. Ini penting di era globalisasi dan digitalisasi saat ini, dimana arus informasi begitu cepat dan luas, namun sering kali tidak disertai dengan pemahaman yang mendalam tentang konteks dan esensi ajaran Islam yang sebenarnya.
Kedua, pusat kebudayaan Islam akan memperkuat jati diri bangsa yang pluralistik. Indonesia, dengan keragaman suku, bahasa, dan agama, memerlukan wadah yang dapat menyatukan perbedaan tersebut dalam kerangka nilai-nilai universal Islam yang inklusif. Hal ini dapat menjadi contoh bagi dunia internasional tentang bagaimana Islam dapat berkembang dalam masyarakat yang plural dan demokratis.
Ketiga, pusat ini juga bisa menjadi sarana untuk mempromosikan seni dan budaya Islam Nusantara yang kaya. Dari arsitektur, musik, sastra, hingga kuliner, semua dapat menjadi sarana dakwah yang menarik dan menyenangkan. Dengan cara ini, Islam tidak hanya dipahami sebagai agama, tetapi juga sebagai cara hidup yang dapat dinikmati dan diapresiasi oleh berbagai kalangan, termasuk non-Muslim.
Keempat, dalam konteks ekonomi, pusat kebudayaan Islam bisa menjadi magnet pariwisata yang menarik, baik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Hal ini tentunya dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, sekaligus memperkenalkan keindahan dan keramahan masyarakat Muslim Indonesia kepada dunia.
Saat ini perhimpunan Alkhairaat tersebar di 22 provinsi se-Indonesia dengan lebih dari 1500 lembaga pendidikan yang sebagian besar berada di Indonesia Timur. Ajaran Islam ahlussunah wal jamaah yang menjadi manhaj fikr perhimpunan yang telah ditanamkan dan diajarkan sejak dini oleh HS Idrus Al-Jufri, sang pendiri, adalah modal yang sangat besar untuk menggerakkan organisasi sebesar Alkhairaat menjadi Markaz Hadaratul Islamiyyah di Indonesia.
Pembangunan pusat kebudayaan Islam ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi lebih luas lagi adalah pembangunan peradaban. Urgensinya terletak pada kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal, memperkuat identitas nasional, serta mempromosikan perdamaian dan toleransi di tengah keberagaman global menyongsong Islam masa depan.***
Penulis :
Alamsyah Palenga
Wasekjend PB Alkhairaat
*Seluruh isi artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.