PALU, Kabar Selebes – Kasus kekerasan seksual secara online di kampus Universitas Tadulako (Tadulako) Palu semakin memprihatinkan. Kampus yang biasanya menjadi wilayah aman kini dianggap berbahaya.
Komunitas Celebes Bergerak menyebut, 90 persen kasus kekerasan seksual secara online yang dilaporkan di Untad Palu pelakunya adalah tenaga pendidik.
“Satgas TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) Sulteng banyak menangani kasus yang korbannya paling banyak mahasiswa Dimana pelakunya tenaga pendidik, ada juga pelakunya alumni,” kata Novi Onora, Project Officer Komunitas Celebes Bergerak yang juga salah satu anggota Satgas TPKS Sulteng, saat Sosialisasi Pemajuan Implementasi Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di Palu Kamis (7/12/2023)
Saat ini sejumlah pihak termasuk Satgas TPKS dan Celebes Bergerak di tahun 2023 terus melakukan upaya sosialisasi dan pendekatan dengan mahasiswa untuk menekan angka kekerasan seksual.
Novi Onora menceritakan, motif kekerasan seksual online yang terjadi di Kampus Untad diantaranya, rayuan oknum dosen melalui telepon seluler terhadap mahasiswi dengan iming-iming bisa memperbaiki nilai mata kuliah.
“Ada oknum dosen yang sengaja memberi nilai buruk kepada mahasiswi Dimana saat mahasiswi itu menghubungi lewat WA dirayu agar bisa diajak berkencan dan lain-lain,” cerita Novi.
Bukan hanya itu, ada juga kasus dimana oknum alumni kampus yang sengaja merekam pacarnya saat video call dan mengancam akan menyebarkan videonya jika sang pacar memutuskan hubungan asmara.
“Banyak motif kasusnya dengan korban mahasiswi. Dan tiap tahun kasus kerasan seksual online ini makin meningkat di kampus. Kampus yang seharusnya menjadi ruang aman justru menjadi TKP kasus kekerasan seksual atau kekerasan berbasis gender online,” kata Novi.
Senada dengan Novi, Srikandi KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) menyebut, angka kekerasan seksual melalui media social juga semakin memprihatinkan.
Athira Winarsih dari Srikandi KBGO menyebut, kekerasan seksual secara online bisa dilihat dari komentar-komentar netizen yang mengarah ke hal-hal sensitive adalah bentuk pelecehan.
“Banyak korbannya mengaku tidak mengetahui kalau Tindakan itu bisa dikategorikan pelecehan seksual dan bisa dilaporkan. Inilah yang kami lakukan saat ini melakukan sosialisasi,” jelas Athira Winasih.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulawesi Tengah mengimbau agar Masyarakat yang menjadi korban pelecehan seksual ecara online melaporkannya ke pihak berwajib.
LBH Apik Sulteng sendiri banyak menangani kasus serupa di Sulawesi Tengah. Diantaranya, kasus penipuan dengan korban Perempuan yang berkenalan dengan pria melalui media social.
“Misalnya, ada seorang guru dengan pakaian Muslimah berkenalan dengan seorang pria di media social dengan mengaku anggota polri. Selama ini korbannya diajak melakukan video call dana meminta melepas pakaian. Dan ternyata video itu direkam dan digunakan untuk memeras korban,” kata Nining Rahayu, Direktur LBH Apik Sulteng.
Kejadian seperti ini mudah dilacak setelah LBH Apik Sulteng berkordinasi dengan LBH Apik di daerah tempat pelaku dengan melibatkan pihak kepolisian.
“Makanya kami meminta korban-koban kekerasan seksual secara online segera melaporkannya kepada kami agar bisa mendapat pedampingan,” tandas Nining.(abd)