Kejadiannya sudah beberapa hari yang lalu berlalu, pada 21 November 2023. Dihadiri sedikit jurnalis, kurang dari sepuluh orang. Terlalu sedikit untuk memapar Indonesia, terlebih saat ini orang kian sibuk untuk menyempatkan dirinya sekadar untuk menyimak pemberitaan dari gadget, tab, laptop. Karenanya, saya mencoba menulis hal ini, semoga melalui media jejaring yang saya kenal bisa terpublikasi juga.
Institut Fundaising Indonesian(IFI) telah memasuki tahun keempat dalam mengapresiasi lembaga sosial dan kemanusiaan. Sejumlah ekspertis sengaja diminta menjadi juri awarding. Mereka adalah: Ahmad Juwaini (Direktur Keuangan Sosial Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah/KNEKS), Abd Ghofur (Direktur CSR Institut), Agus Budiyanto (Direktur Forum Zakat), Sri Sugiyanti (General Manager IFI), dan Iqbal Setyarso (Pemimin Redaksi Filantropi).
Saya diundang untuk hadir pertemuan Pleno Dewan Juri Indonesia Fundraising Award (IFA) 2023 di Jakarta. Melalui artikel ini saya ingin berbagi dengan Anda, bahwa selama penilaian para kandidat, saya antusias mengikuti prosesnya. Sedikitnya tiga hal yang saya rasakan didalamnya; pertama, betapa telah banyak hal baru yang berkembang dan belum marak setidaknya pada tahun lalu; kedua, menggembirakan bahwa sejumlah lembaga sosial-kemanusiaan tetap antusias mengikuti proses penilaian (penjurian). Terlihat dari ungkapan yang rata-rata memandang penilaian IFA membawa impak peningkatan trust masyarakat; ketiga, dan ini sedikit dari hal yang menjadi daya tarik praktik pengelolaan lembaga sosial kemanusiaan yang kami evaluasi: inovasi dalam praktik nyata lembaga sosial kemanusiaan.
Saya akan ketengahkan tiga hal tentang itu. Pertama, betapa telah banyak hal baru yang berkembang dan belum marak setidaknya pada tahun lalu. Inisiatif dalam eksplorasi atas apa yang saya katakana “teknologi sosial” telah semakin marak, menjadi penyemangat saya dalam mengulik praktik filantropi yang terorganisir dan tertib di Indonesia. Sejumlah lembaga filantropi, pada satu sisi adu kreatif unjuk kemampuan praktiknya dalam “merayu publik donor di Indonesia (termasuk donor internasional)”.
Kedua, ungkapan yang rata-rata memandang penilaian IFA membawa impak peningkatan trust masyarakat. Artinya, eksistensi awarding membawa semangat aktivitas filantropi lembaga sosial kemanusiaan yang berlaga pada ajang IFA itu. Artinya, lembaga ini dipandang berkontrobusi bagi kesungguhan pengelolaan dana-dana publik khususnya di Indonesia. Secara teknis, IFI sendiri mempersyaratkan semua peserta yang kami nilai untuk menyertakan pernyataan tertulis yang ditandatangani minimal oleh direktur fundraising mereka dengan distempal dan bermaterai, tidak cukup menarasikannya. Ada “korban” dari ketidakterpenuhan lembaga kandidat yang dinilai, meskipun tidak elok menyebutkan nama lembaganya. Ketiga, sejumlah kecil lembaga filantropi ini menyuguhkan inovasi dalam praktik nyatanya, hal itu mendorong dewan juri memberikan apresiasi.
Vitamin Penyemangat
IFI bak vitamin penyemangat bagi pegiat filantropi. Praktisi filantropi bukan ingin apa-apa, tetapi menginginkan aktivitasnya menggalang kepedulian sebagai ikhtiar sosial kemanusiaan – menjadikannya merupakan hal yang bisa diukur, dikuantifikasi dan dinilai tingkat kesungguhannya pada satu sisi, dan pada sisi yang lain ditunjukkan juga seberapa bertanggungjawab dana publik itu telah mampu memberi dampak bagi masyarakat luas.
Tidak sekadar itu. Komponen “inovasi”, hal yang saya katakana “teknologi sosial” menjadi elemen penting yang menjadi penilaian kami sebagai juri. Sebagai missal, sebuah lembaga menjadi pantas memperoleh apresiasi karena kesungguhannya dalam meyakinkan donaturnya dalam menyalurkan wakaf. Wakaf sebagai salah satu jenis filantropi sosial yang menstimulasi para donatur untuk menyumbang. Termasuk aktivitas tidak lahir karena stimulasi kondisi urgen dan situasi darurat, bukan karena alasan yang gawat. Bagi kami selaku juri, kami sadar —situasi yang baik-baik saja seperti ini, jelas menjadikan seorang fundraiser harus mampu kreatif agar bisa “menggelitik jiwa sosial”para donatur sebuah lembaga filantropi. Untuk keberhasilan mereka ini, juri patut memberi apresiasi.
Pada aspek lainnya selain wakaf, publik juga tidak mudah diyakinkan tingkat urgensitas sebuah lembaga. Sehingga pada lembaga anti korupsi, menjadi kesulitan untuk menstimulasi dukungan pendanaan dalam penegakan hukum ataupun penyadaran. Kian sulit sebuah lembaga akan menstimulasi dukugan finansial, juri kian menyadari betapa berat mengedukasi publik untuk mensupport dukungan pendanaan bagi lembaga antyi korupsi. Bahwa lembaga anti korupsi perlu didukung, kian hari kian banyak orang yang sadar untuk mendukung, tetapi berpikir pendanaan untuk menghidupi lembaga anti korupsi orang berpikir dua kali. Maka juri pantas mengapresiasi lembaga anti korupsi dengan inovasi sosial yang mereka ikhtiarkan, karena ketekunan merekalah, mereka bisa eksis dan bisa bersuara nyaring.
Multi Dimensi
Bagi juri, memang IFI telah membuat form penilaian sejumlah aspek. Bisa kami sebutkan aspek-aspek itu: cara presentasi. Permasalahan dan penyelesaian, pertumbuhan fundraising, inovasi yang dilakukan, dan dampak keberhasilan. Kombinasi aspek-aspek itulah yang kemudian kami kumulasi sehingga memperoleh angka tertentu. Di antara para kandidat itulah, akhirnya kami bisa menyebutkan dan memberikan nilai terbaik.
Kami berharap, penilaian secara nominal bsa mendekati penilaian non-nominal yang menjadi kesejatian dari aktivitas yang benar-benar dijalankan dalam keseharian lembaga-lembaga filantropi itu. Benar, ketika beberapa kandidat mengatakan,”Buat kami, bisa mengikuti ajang kompetisi IFA (Indonesia Fundraising Award) tahun ini, bukanlah untuk mendapatkan kemenangan. Mendapatkan award bukan tujuan kami. Tetapi kalau pun memperolehnya, itu cuma bonus.”
Kompetisi ini memilah dua kelompok lembaga filantropi: BAZNAS terbaik (terdiri dari BAZNAS tingkat propinsi, kabupaten kota) dan lembaga filantropi lainnya (Lembaga amil zakat/LAZ, lembaga non zakat: seperti Indonesia Corruption Watch/ICW, lembaga bantuan hukum /LBH, juga yang bukan mengelola dana keagamaan seperti Anak Petani Cerdas, Perkumpulan International Overseas Association/IOA yang mengajak alumnus yang pernah belajar di mancanegara untuk bersama-sama membiayai kegiatan sosial di Indonesia).
Sebagai penguat apresiasi Anda, saya sertakan ke-63 peserta event IFA 2023.
- ABATA INDONESIA
- ANAK PETANI CERDAS
- ASSYIFA PEDULI
- BADAN WAKAF AL QUR’AN
- BAZNAS
- BAZNAS DKI JAKARTA
- BAZNAS KABUPATEN BONE
- BAZNAS KABUPATEN KARANGANYAR
- BAZNAS KOTA BATAM
- BAZNAS PROVINSI JAWA BARAT
- BAZNAS PROVINSI JAWA TENGAH
- BAZNAS PROVINSI NTB
- BAZNAS PROVINSI PAPUA
- BSI MASLAHAT
- DOMPET AL QUR’AN INDONESIA
- DOMPET DHUAFA
- DOMYADU
- HUMAN INITIATIVE
- HUTAN WAKAF BOGOR
- INDONESIA CORRUPTION WATCH
- KITABISA
- LAZ AS SALAM JAYAPURA
- LAZ DASI NTB
- LAZ HARAPAN DHUAFA
- LAZ PERSIS
- LAZ SOLO PEDULI
- LAZ UMMUL QURO
- LAZ ZAKAT SUKSES
- LAZIS AL HILAL
- LAZIS JATENG
- LAZIS MUHAMMADIYAH
- LAZNAS AL AZHAR
- LAZNAS MAITUL MAAL HIDAYATULLAH
- LAZNAS BAITUL MAAL MUAMALAT
- LAZNAS BAKRIE AMANAH
- LAZNAS DEWAN DAKWAH
- LAZNAS INISIATIF ZAKAT INDONESIA
- LAZNAS NURUL HAYAT
- LAZNAS PPPA DAARUL QURAN
- LAZNAS RUMAH YATIM ARROHMAN INDONESIA
- LBH JAKARTA
- LEMBAGA MANAJEMEN IMFAQ
- MASJID NUSANTARA
- PERKUMPULAN IOA
- RUMAH AMAL SALMAN
- RUMAH BERSALIN CUMA-CUMA
- RUMAH ZAKAT
- SAJIWA FOUNDATION
- SEBI SOCIAL FUND
- SINERGI FOUNDATION
- TAMAN ZAKAT INDONESIA
- TUNAS MUDA CARE
- WAHDAH INSPIRASI ZAKAT
- WAKAF MANDIRI
- WAKAF NURUL TAQWA INDOSAT
- WAKAF SALMAN
- YATIM MANDIRI
- YAYASAN AMANAH TAKAFUL
- YAYASAN DANA SOSIAL AL FALAH
- YAYASAN MASJID AL HIDAYAH MODERNLAND
- YAYASAN PITA KUNING ANAK INDONESIA
- YBM BRILIAN
- YBM PLN
IFA 2023 akan ditutup dengan acara puncak penganugerahan kepada Lembaga-lembaga terpilih pada hari Rabu tanggal 13 Desember 2023 di Auditorium Insan Cendikia Universitas Muhammadiyah Jakarta. Acara itu akan dihadiri oleh para pimpinan lembaga filantropi di Indonesia.
—————————————————————————————
Penulis
Iqbal Setyarso
Pemimpin Redaksi Majalah Filantropi