Tutup
Kolom Anda

Ketidaksiapan Sulteng Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030

×

<strong>Ketidaksiapan Sulteng Mencapai</strong> <strong>Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030</strong>

Sebarkan artikel ini
Ahlis Djirimu

Pada 2030 atau tujuh tahun lagi, seluruh negara dan daerah di manapun berada di permukaan bumi akan melihat, apakah negara dan/atau daerahnya siap dan/atau tidak siap mencapai tujuan Bersama Pembangunan Berkelanjutan. Indikator pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di Indonesia disusun berdasarkan kewenangan. Total indikator TPB berjumlah 319 item yang terbagi atas empat wewenang: Pemerintah Pusat mempunyai 308 indikator yang wajib dicapai. Pemerintah Provinsi mempunyai 235 indikator, pemerintah kabupaten mempunyai 220 indikator, serta pemerintah kota mempunyai 222 indikator. Dari 319 indikator tersebut di Indonesia, terdapat 21 indikator bersifat khusus untuk daerah tertentu dan 298 indikator bersifat umum. Setiap daerah mempunyai indikator berbeda satu dengan yang lainnya tergantung kewenangan dan kondisi daerah.

Pada tataran regulasi, setiap pemerintah daerah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk memastikan bahwa pembangunan mengandung prinsip berkelanjutan. Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 menyatakan bahwa “Gubernur menyampaikan setiap tahun laporan pencapaian atas pelaksanaan sasaran TPB daerah kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional”. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2018 menyatakan “Pemantauan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah (RAD TPB) dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali atau sewaktu-waktu bila diperlukan, sedangkan Evaluasi Dokumen tersebut dilaksanakan Setiap 1(satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu bila diperlukan”. Makna “berkelanjutan” dalam Poin 10 Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 tahun 2017 menyatakan: “berkelanjutan sebagaimana dimaksud poin 5 huruf j, yaitu pembangunan yang mewujudkan keuntungan lingkungan hidup, serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, serta mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa datang dengan memperhatikan potensi dampak pembangunan dan mengoptimalkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia”.

Advertising

Sistem penilaian ketercapaian dan kegagalan pencapaian TPB menggunakan scorecard Penilaian TPB Tahun 2030 (Alisjahbana & Murniningtyas; 2018). Skore A merupakan kategori Mencapai atau hampir mencapai target TPB. Maknanya, asumsi business-as-usual atau bekerja biasa-biasa saja, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2030 indikator mencapai atau hampir mencapai (97.5 persen) target TPB. Skore  B Mendekati target TPB. Maknanya, Asumsi business-as-usual, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2030 indikator mendekati target SDGs dan mencapai setidaknya 90 persen jalan menuju target TPB. Skore C artinya, Lebih dari seperempat jalan menuju target TPB.Maknanya,Asumsi business-as-usual, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada Tahun 2030 indikator mengarah kepada target TPB dan mencapai lebih dari 50-90 persen jalan menuju target TPB. Skore D Kurang dari seperempat jalan menuju target TPB.Asumsi business-as-usual, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada Tahun 2030 indikator tersebut masih antara 25-50 persen dari mencapai target TPB. Skore E, artinya Masih cukup jauh mencapai target TPB. Asumsi business-as-usual atau bekerja biasa-biasanya saja tanpa ukuran atau target yang mau dicapai, hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada Tahun 2030, masih setengah jalan (<25 persen) atau lebih target TPB dapat tercapai.

Hasilnya adalah Kesiapan Nasional untuk mencapai TPB sebagai berikut: 24 persen diproyeksikan memperoleh nilai A atau 8 provinsi mencapai atau hampir mencapai target TPB. 17 persen memperoleh nilai B atau 6 provinsi mendekati target TPB. 13 persen diproyeksikan memperoleh nilai C atau 4 provinsi akan mencapai lebih dari seperempat jalan menuju target TPB. 18 persen diproyeksikan memperoleh nilai D atau 6 provinsi kurang dari seperempat jalan menuju target TPB, serta 28 persen diproyeksi akan memperoleh nilai E atau 10 provinsi yang diproyeksi memperoleh nilai E masih cukup jauh untuk mencapai target TPB.

Skore nasional memperoleh 1,86 poin atau kurang dari nilai C. Hanya 24 persen atau bermakna 327/1383 kombinasi provinsi*indikator diproyeksikan mencapai  atau hampir mencapai target TPB di Tahun 2030 dengan asumsi business-as-usual atau bekerja biasa-biasa saja. Hasilnya adalah hanya 13 provinsi yang mempunyai nilai skor di atas 2 poin yaitu dari nilai tertinggi hingga terendah di mana posisi pertama Provinsi Kaltim (2,49 poin), Kepulauan Riau (2,37 poin), DIY (2,30 poin), Riau (2,22 poin), Bangka Belitung (2,20 poin), Jateng (2,17 poin), DKI (2,15 poin), Jatim (2,10 poin), Sumbar (2,07 poin), Banten (2,07 poin), Sultra (2,07 poin), Kaltara dan Jabar (2,05 poin). Sultra menjadi satu-satunya provinsi di daratan Sulawesi yang Relatif Paling Siap menuju pencapaian TPB.

Provinsi Sulteng mempunyai skor 1,63 poin merupakan daerah dengan kategori Relatif Paling Tidak Siap dengan skor E menuju pencapaian TPB berada di posisi nomor 31 dari 34 provinsi yang mempunyai skor sama dengan Provinsi NTB yang berada setingkat di atasnya dan mempunyai skor yang sama pula dengan Provinsi Sulbar yang berada di posisi setingkat di bawah Sulteng. Artinya posisi Sulteng sejajar dengan daerah yang baru mekar dari provinsi induk baik daerah induk Provinsi Sulsel maupun daerah induk Provinsi Papua.

Di Sulteng, dari 235 indikator TPB yang akan dicapai, terdapat 134 indikator sudah dilaksanakan dan sudah tercapai (SS). Hal ini berarti tinggal mempertahankan saja. 58 indikator sudah dan sedang dijalankan, tetapi belum tercapai (SB). Tentu Bappeda sebagai leading sector dan Lembaga Pemikir sepatutnya memetakan mengapa belum tercapai bila berpikir. 6 indikator belum dijalankan, tentu belum tercapai (BB), serta 37 indikator belum tersedia datanya atau not available (NA). Indikator yang masih merah atau belum dijalankan dan belum tersedia datanya tersebut paling banyak yakni 7 indikator terdapat pada Tujuan kesebelas : Kota dan Permukiman Berkelanjutan. Lalu diikuti oleh 6 indikator Tujuan Pertama : Sulteng tanpa Kemiskinan, serta masing-masing 4 indikator yang patut dibenahi pada Tujuan kesembilan Industri, Inovasi dan Infrastruktur, indikator Tujuan Keenambelas Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, dan Tujuan Ketujuhbelas Kemitraan untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, 3 indikator di dalam Tujuan Kelima yakni Kesetaraan Gender masih merah pula. Masing-masing 2 indikator pada Tujuan Keempat Pendidikan Berkualitas, Tujuan Kedelapan Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, serta Tujuan Kesepuluh Berkurangnya Kesenjangan belum tersedia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa, Kinerja Pencapaian TPB di Sulteng masih pada taraf mengumpulkan dan melengkapi data yang belum tersedia. Sulteng belum termasuk pada taraf menyusun strategi selangkah demi selangkah untuk mengejar ketertinggalan ini agar kinerjanya tidak sejajar dengan daerah yang baru mekar seperti Sulbar dan Papua Barat, bahkan Sulteng sudah disalip oleh Kaltara yang baru mekar beberapa waktu yang lalu.

Kolaborasi Sulteng Incorporated yang memiliki 235 indikator TPB yang hendak disediakan dan dijalankan dengan 222 indikator TPB yang hendak disediakan dan dijalankan oleh Kota Palu dan 220 indikator TPB yang akan disediakan dan dijalankan oleh 12 kabupaten/kota membutuhkan sumberdaya manusia dan sumber dana. Komitmen anggaran Pemerintah Provinsi Sulteng di daerah untuk menjabarkan pelaksanaan Rencana Aksi Daerah TPB mutlak dibutuhkan agar secara berkeadilan, TPB dapat dan melahirkan inovasi dari kabupaten dan kota untuk Sulteng, walaupun kewajiban penyusunan RAD TPB hanya sampai pada tingkat provinsi, namun kereta pembangunan Sulteng ditarik oleh tiga belas lokomotif pembangunan.

Ahlis Djirimu

*Associate Professor FEB-Untad

(Seluruh konten di Kolom Anda di luar tanggung jawab redaksi dan sepenuhnya tanggung jawab penulis)

Silakan komentar Anda Disini….