Tutup
Sulawesi Tengah

Warga Tentena Buat Petisi Penolakan Reklamasi Danau Poso

×

Warga Tentena Buat Petisi Penolakan Reklamasi Danau Poso

Sebarkan artikel ini
Danau Poso dan jembatan Pamona. (Foto:Ryan)

POSO, Kabar Selebes- Warga Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten Poso, Sulteng yang tergabung dalam Aliansi Penjaga Danau Poso terus menolak reklamasi pengerukan danau Poso serta pembongkaran jembatan pamona yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Aksi penolakan warga dilakukan melalui petisi yang berencana akan ditembuskan ke Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Advertising

Maestro budaya Poso, Almarhum Yustinus Hokey dalam tulisannya belum lama ini menyampaikan, jika jembatan pamona bukan sekedar jembatan penyeberangan saja. Namun, jembatan pamona adalah simbol nilai kebudayaan mesale yang masih dimiliki oleh orang pamona.

Dalam petisi itu, warga Poso minta bantuan tanda tangan masyarakat luas untuk mendesak Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Bupati Poso, menghentikan rencana pembongkaran jembatan pamona dan renovasi dengan design PT. Poso Energy serta menghentikan rencana pengerukan dan reklamasi di sungai Danau Poso.

Sementara dalam petisi itu, aliansi menuliskan kata pengantar jika danau Poso adalah satu dari sepuluh danau purba di dunia. Tapi, sejarah kebudayaan dan ekosistem danau Poso akan dirusak dan dihilangkan untuk kepentingan perusahaan PLTA Sulewana .

PLTA Sulewana milik PT. Poso Energy membutuhkan debit air lebih banyak untuk menjalankan turbin PLTA. Untuk kebutuhan itu, PT Poso Energy akan melakukan pengerukan sungai danau Poso sepanjang 12,8 km, selebar 40 meter, sedalam 4-6 meter dan mereklamasi wilayah kompo dongi puluhan hektar.

Aliansi penjaga danau Poso juga meminta para aktifis dan masyarakat peduli lingkungan di seluruh Indonesia, untuk membantu orang Poso menghentikan rencana tersebut, karena pengerukan dan reklamasi sungai danau Poso akan menyebabkan sejarah kebudayaan di danau Poso dihilangkan.

Penghilangan sejarah kebudayaan itu dilakukan diantaranya melalui pembongkaran jembatan pamona yang merupakan satu-satunya simbol nilai mesale, atau nilai kebudayaan gotong royong, nilai Sintuwu Maroso yang dimiliki oleh orang Pamona Poso saat ini.

Jembatan Pamona memiliki sejarah tahun 1920-an, ratusan orang dari berbagai desa diseputaran danau Poso bersatu, bersama-sama mengangkat kayu dari hutan memancangkan tiang kayu di jembatan.

Bahkan orang-orang dari berbagai desa meninggalkan desa selama hampir satu tahun untuk bekerjasama, membagi pekerjaan setiap beberapa meter untuk membentuk jembatan. Dari berbagai desa bekerja sama menyiapkan makanan dan minuman untuk para pekerja. Nilai Sintuwu Maroso-lah yang menyebabkan jembatan kayu pertama kalinya ini terbangun.

Kompo dongi di wilayah hulu sungai danau Poso merupakan tempat berlangsungnya tradisi kebudayaan Mosango sejak ratusan tahun lalu. Tradisi Mosango adalah tradisi menangkap ikan bersama ratusan orang dari berbagai desa, dengan menggunakan alat khusus bernama sango.

Pengerukan sungai danau Poso akan dilakukan di wilayah dilaksanakannya tradisi Wayamasapi, yaitu tradisi menangkap ikan melalui pagar yang terbuat dari bambu. Tradisi kebudayaan menangkap ikan ini sudah ada ratusan tahun lalu, memiliki filosofi kesederhanaan dan ketidaksempurnaan manusia di hadapan pencipta alam, yang disimbolkan dengan angka ganjil pada ikatan bambu, angka ganjil pada jumlah pemilik Wayamasapi.

Danau Poso memiliki beragam ikan endemik, termasuk jenis ikan, siput, kerang endemik. Keragaman hayati dari sungai dan danau Poso sebagai salah satu penunjang ekosistem kehidupan didunia akan hilang. Pengerukan dan reklamasi akan menghilangkannya.

Sungai dan danau Poso sumber air minum, dan irigasi yang penting bagi ribuan orang di Poso. Bagi ribuan masyarakat Poso, sungai dan danau Poso adalah sumber penghidupan. Jika sungai danau Poso dikeruk dan dibendung, akses air bersih hilang, sumber penghidupan akan musnah.(RD)

Silakan komentar Anda Disini….