Berdasarkan jumlah spesies ikan yang dimiliki, perairan indonesia setidaknya memiliki sekitar 25% dari total jenis ikan yang ada di dunia. Oleh karena itu indonesia termasuk salah satu negara mega biodiveritas dunia. Salah satu jenis ikan yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sidat (Anguilla, sp) yang dalam nama lokal orang sulawesi dikenal dengan nama masapi dan sogili.
Sidat memiliki bentuk tubuh yang bulat memanjang yang secara sekilas mirip dengan belut yang biasa kita jumpai di area persawahan. salah bentuk tubuh yang menjadi pembeda antara belut dan sidat adalah dengan keberadaan sirip dada yang menyerupai daun telinga yang terletak tepat di belakang kepala.
Siklus hidup ikan sidat berbeda dengan beberapa jenis ikan yang lain. Dimana ikan sidat mengawali hidupnya di laut dan mengalami proses migrasi yang cukup panjang dan lama untuk mencapai perairan tawar. Dimana selama proses migrasi dari perairan laut ke tawar, ikan sidat mengalami proses metamorfosis dari stadia leptocephalus menjadi glass ell. Setelah hidup dan berkembang besar di perairan tawar, sidat akan kembali bermigrasi ke perairan laut untuk melakukan pemijahan.
Olehnya itu, sidat dapat kita temukan di perairan tawar, payau dan laut. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fahmi et al. (2012) bahwa dari 19 spesies dan subspesies sidat yang ada di dunia, tujuh diantaranya berada di Indonesia. Jenis-jenis tersebut adalah Anguilla marmorata, Anguilla b bicolor, Anguilla b pacifica, Anguilla interioris, Anguilla n nebulosa, Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis. dimana untuk spesis A. Marmorata banyak ditemukan diperairan sulawesi dan ambon.
Salah satu daerah di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Poso yang memiliki wilayah perairan yang sangat mendukung untuk siklus hidup dan perkembang biakan ikan sidat : dimana Teluk Tomini merupakan spawning ground (ditemukan larva ikan sidat pada stadia awal (lepthocephalus)) dan Perairan sungai sebagai jalur ruaya sidat mulai dari glass eel hingga dewasa yang yang bermuara / terhubung dengan perairan Teluk Tomini; yaitu : Sungai Tambarana, S. Kalora, S. Samalera, S. Kilo, S. Kameasi, S. Tiwaa, S. Masani, S. Lape, S. Puna, S. Mapane, S. Poso, S. Tomasa, S. Tongko, S. Malei. Serta Danau Poso (Luas 36.890 Ha) menjadi nursery ground (daerah pembesaran sidat) yang terhubung dengan perairan Teluk Tomini melalui Sungai Poso.
Pemanfaatan sumberdaya ikan sidat sudah berlangsung cukup lama, dimana pada awalnya hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat dan diperdagangkan secara lokal, namun seiring dengan semakin meningkatnya permintaan pasar internasional, maka pemanfaatan ikan sidat di Indonesia semakin meningkat pula. Namun ketika pemanfaatan tidak dilakukan dengan baik maka populasi ikan sidat akan semakin berkurang bahkan akan punah, data secara nasional sumber daya sidat saat ini mengalami penurunan dari jumlah populasi, Data volume lalulintas sidat dan benih sidat tahun 2014 s/d 2017 yang keluar melalui BKIPM Palu mengalami penurunan yang cukup drastis meskipun di tahun 2018 kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Ikan sidat merupakan salah satu sumber daya ikan ekonomis penting yang rentan mengalami ancaman kepunahan akibat penangkapan berlebih, kerusakan habitat, dan karakteristik biologinya. Sehingga diperlukan Upaya pengumpulan data ikan sidat, pemetaan potensi, dan kapasitas pemanfaatannya dilakukan secara bersinergi antar stakeholder terkait;
Untuk memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan sumberdaya Ikan Sidat yang berkelanjutan, pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang larangan pengeluaran benih sidat (Anguilla sp) dari wilayah negara Republik Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia yang tertuang dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.19/MEN/2012 pasal 1 yang berbunyi setiap orang perorangan atau korporasi dilarang mengeluarkan benih sidat (anguilla spp) dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 150 (seratus lima puluh) gram per ekor dari wilayah negara republik indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia.
Upaya untuk menjaga dan menjamin keberadaan dan ketersediaan ikan sidat melalui Kebijakan pengelolaan Ikan Sidat (Permen KP No. 19 Tahun 2012) perlu diperkuat melalui penetapan status perlindungan terbatas ukuran dan periode waktu, wilayah sebaran tertentu serta sebagian tahapan siklus hidup.
Untuk ukuran tertentu dilihat berdasarkan berat, panjang, dan/atau diameter, dengan mempertimbangkan usia pertama kali matang seksual, ukuran benih, ukuran calon induk; dan/atau ukuran nilai ekonomis. Sedangkan Untuk periode waktu tertentu dilihat berdasarkan tanggal, bulan, dan/atau tahun, dengan mempertimbangkan siklus hidup, musim ruaya, kondisi habitat, dan/atau keadaan umum populasi. Sementara untuk wilaya sebaran tertentu dilihat berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP- NRI), kawasan konservasi, dan/atau titik koordinat tertentu, dengan mempertimbangkan: daerah pemijahan (spawning ground), daerah peneluran (nesting ground), daerah pengasuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground), dan/atau jalur ruaya, daerah penangkapan (fishing ground); dan/atau penyebaran sumber daya ikan. Dan untuk sebagian tahapan siklus hidup ditentukan berdasarkan :
1.) telur, larva, anakan, juvenil, dan dewasa dan indukan bagi pisces, crustacea, mollusca, coelenterate, amphibia, reptilia, dan echinodermata; 2) anakan, dewasa dan indukan bagi mammalia; atau 3) spora, anakan, dewasa dan indukan bagi rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air. Dengan mempertimbangkan tahapan hidup paling kritis, perindungan plasma nutfah atau kemurnian genetik; dan menjaga ketersediaan indukan dan kualitas keturunan.
*Penulis : Fungsional Pengendali Hama dan Penyakit Ikan pada Stasiun KIPM Palu.
Semua tulisan di bawah tanggung jawab penulis